KAWIF #1
“Is, ayo duduk. Jangan bengong”, suara lembut sahabatku membangunkan ku dari lamunanku. “Iya, lihatlah dia sangat tegar dan tabah. Jangan kau seperti itu, itu sangat menyedihkan untuknya. Ayo duduk, biarkan dia tertawa bersama teman-temannya”. Iya benar, biarlah dia melepaskan beban yang kini harus ia tanggung sendiri. ‘Semangat Kevi, aku yakin kamu pasti bisa’ batinku.
***
To: Anii (+6287804542***) Girl, Fadli kamana ya? Aku kangen niih u,u
#sent
Malam ini terasa sunyi sekali. Liburan semester ini sangat teramat tidak mengenakan, tekanan batin menerpa. Bagaimana tidak, Fadli Firmansyah itu belum juga menunjukkan perasaannya setelah sekian lama aku menantinya sendirian. Ditambah ini liburan terakhir sebelum menghadapi UN SMP tahun 2012. “Aaa apa ini?! Ini bukan liburan ini, ini penekanan mental!” teriakku dengan penuh kejengkelan.
“Kenapa lagi? Kan tadi udah jalan-jalan? Belum puas juga? Mau minggat apa?” tanya ibuku dari luar kamar.
“Endak bu, bukan begitu maksudku. Teman-temanku, aku sangat merindukan mereka.” Jawabku polos. Bagaimana tidak, jika tak ada satupun dari mereka yang memberi kabar kepadaku. Beberapa kali aku mengirim sms ke Fadli (pujaan hatiku) tak ada satupun yang ia balas. Entah dia marah atau memang sudah bosan dengan sikapku yang sangat teramat tidak logic. Ibuku tidak menjawab ku lagi, hanya memintaku segera keluar kamar mengaji atau belajar, kalau tidak aku akan disuruh memasak. “Ah ibu, ini kan liburan ku sebelum UN, bentar-_-“ jawabku dengan nada sangat malas. Namun tak ada tanggapan yang akan mengubah moodku menjadi level teratas malah semakin surut dan hamper saja tenggelam.
“Dari tadi kamu hanya mainan hp tidur, hp, tidur, hp, tidur. Memang ada yang sms kamu? Wes dang mangkat” dengan logat Bantul dan keras akupun beranjak dari ranjang yang menemaniku sejak kecil.
From: Toni (+6285644544***)
Ngopo?
Alhamdulillah, akhirnya dibalas juga. Ya memang sudah biasa kalau dia ketus seperti itu. Tidak ada yang perlu diherankan. Belum sempat memencet tombol reply, ibu sudah memanggilku lagi dan lagi. Dengan sangat terpaksa, kulempar hp menuju sasaran yang sangat empuk *bantal* dan segera berjalan cepat mengambil Al’Quran kesayanganku.
“Iya bu, ini udah pegang al-Qur’an. Ibu gausah berisik” jawabku bernada bercanda dan segera kulantunkan bacaan al-Fatikhah sebagai pembuka. Setiap ayat-ayat yang ada didepanku membuatku terhanyut dan semakin terhanyut dan melupakan kesepian yang sedari tadi membuatku malas melakukan apa-apa. Entah, aku mulai merasa nyaman dengan seperti ini.
Sepintas pikiranku memikirkan seseorang yang akan mendampingi ku nanti, membimbingku, mengajak dan mengajariku membaca al-Qur’an dengan baik, benar dan penuh keikhlasan. ‘Dia, semoga saja dia yang aku inginkan dan idamkan’.
***