i love sky

Pernah berpikir untuk berhenti sekolah? Bosan dengan sejuta rutinitas yang berakhir dengan kecewa? Karena nilai yang keluar tidak sebanding dengan usaha kita?

Pernah.

Kalau gitu, kita sama. Sedih ngga sih? Udah banting harga diri minta jawaban temen, udah begadang tiap malem sampe jam 10, tapi tetep aja :" Oke, part ini jangan ditiru ya teman-temanku.

"Heh, ngapain sih ngalamun aja?"
"Duh Ra, bisa gitu lebih halus. Assalamualaikum mungkin?" Jawabku setengah menyindir.

Ira adalah teman sebangku ku. Dua tahun ini, aku duduk bersamanya, entah nasib baik atau Tuhan sebenarnya ingin menunjukkan betapa manusia diciptakan dengan semaksimal dan seminimal mungkin. Maksudku, Tisya Ira Aristi, cantik, tinggi, juara kelas, dan yang paling menyebalkan, tulisannya sangat rapi. And you know what? She has a boyfriend since junior high school. Dan part minimal ciptaan Tuhan adalah aku. Annisa Larasati, siswi SMP dengan tinggi pas rata-rata atau bisa dibilang dibawah rata-rata, wajah pas rata-rata, kepintaran bisa dibilang naik satu tingkat diatas rata-rata. Dan, seperti yang aku bilang, hal yang menyebalkan adalah, tulisanku seperti anak yang baru masuk SD.

"Hehehe, iya maaf. Tumben udah dateng? Dan ngalamun. Itu Bukan Annis yang aku kenal, for sure."
Jawabnya sambil menarik kursi disampingku.
Sangat diakui, ini baru pukul 06.30 pagi, dan seorang Annis sudah berada di kelas. "Hehehe pengen aja, sesekali, seru kali jadi orang pertama di kelas."

"Let me guess. Gimana semalam?" Aku lupa menyebutkan satu hal soal Ira, dia sangat pandai menebak situasi apapun. Dia sangat mengerti, mata menceritakan apa yang tidak bisa diceritakan oleh kata. Aku hanya terdiam memikirkan jawaban apa yang harus aku ceritakan. "Oke, aku paham" imbuhnya karena aku tidak segera menjawab.

Aku hanya tersenyum kecut. Kupandangi langit. Awan mulai bergerak. Menyisakan biru langit dan menatapnya pergi.